Atraksi Kolintang Pecahkan Rekor Dunia

ANTARA/Basrul Haq

MINAHASA--MI: Atraksi seni dan budaya lima ribuan warga di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), mengukir sejarah dengan menciptakan empat recor dunia. Masing-masing pertunjukan permainan musik kolintang melibatkan 1223 orang, dan musik bambu massal 3011 orang.

Dalam atraksi yang berlangsung di Lapangan Maesa, Tondano, Sabtu (31/10) kemarin, juga dipamerkan terompet dan musik kolintang terbesar di dunia. "Penampilan ribuan orang yang memainkan musik kolintang dan musik bambu secara massal serta pembuatan trumpet dan musik kolintang terbesar di dunia ini layak masuk dalam catatan record dunia," kata Lucia, tim juri recor dunia.

Seusai pagelaran seni dan budaya yang digelar dalam rangka HUT Kabupaten Minahasa ke 581, Lucia memberikan empat sertifikat recor dunia tersebut kepada Ketua Institut Seni dan Budaya Sulawesi Utara, Benny Mamoto didampingi Bupati Minahasa Stevanus Vreeke Runtu.

Dalam pertunjukan spektakuler yang disaksikan ribuan warga Minahasa, tumpukan musik kolintang melantunkan dua lagu daerah berjudul Aki Tembo-temboan dan Minahasa Kinatoanku. Sedangkan kelompok musik bambu yang dipandu seorang tunanetra menyanyikan lagu berjudul Selamat Baku Dapa dan Sayang-sayang Silili Mamanya.

Terompet terbesar yang masuk dalam catatan recor dunia berukurang panjang 32 meter, tinggi 8 meter, diameter 5,20 meter, serta keliling lingkaran 6,80 meter. Sedangkan untuk musik kolintang yang diciptakan berukuran lebar 2,5 meter tinggi 2 meter, berat 3 ton terbuat dari kayu cempaka.

Bupati Kabupaten Minahasa Stevanus Vreeke Runtu mengatakan, empat rekor dunia lahir di Kabupaten Minahasa dalam bidang seni dan budaya tentunya merupakan suatu kehormatan bagi pemerintah dan masyarakat. Ini bertanda leluhur warga Minahasa makin dihargai dan di cintai masyarakat dunia.

"Seni dan budaya musik kolintang dan musik bambu dewasa ini kurang diminati seiring dengan perkembangan jaman. Karena itu, dengan terciptanya empat rekor dunia ini diharapkan masyarakat minahasa khususnya generasi muda dapat mempertahankan seni dan budaya yang ditinggalkan leluhur Minahasa," ujarnya.

Sebab, kata Vreeke, bila seni dan budaya ini tidak dilestarikan di daerah sendiri bisa dicaplok orang lain dan dikembangkan menjadi perangsang wisatawan. Apalagi, baik musik kolintang dan musik bambu dewasa ini sudah langkah dimainkan generasi sekarang.

"Jangan sampai musik kolintang dan musik bambu terjadi sama dengan tarian pendet asal Bali, diklaim Malaysia khas mereka," tegasnya. (VL)
www.mediaindonesia.com/read/2009/11/01/103264...

0 komentar: